Cerita Ngentot Istri Sendiri Sampe Klimak
Sedang Mas Pujo karena tiap hari ada disisiku aku tidak merasa begitu terbebani dengan perasaan bersalah. Sebenarnya dua-duanya cukup sabar dan mengerti keadaanku, bahkan Mas Pujo dengan sukarela mengalah untuk memberikan kesempatan pada Duta memuaskan dirinya”menyetubuhi” diriku bila Duta hendak pergi agak lama, sebaliknya demikian juga kalau Mas Pujo hendak dinas luar. Ada keinginanku untuk mencarikan pengganti peranku sebagai isteri bagi mereka berdua saat-saat tamu”jepang” itu datang. Keinginan itu begitu besarnya menekan jiwaku karena didorong rasa sayangku pada keduanya.
Setelah menimbang baik-buruk dan untung rugi, jalan untuk mewujudkan keinginanku itu akhirnya ada juga. Secara kebetulan aku sedang mengikuti arisan ibu-ibu yang rutin dilakukan setiap bulan di kantor suamiku. Biasanya sebagai isteri bos aku agak menjaga jarak dengan ibu-ibu yang lain, tapi entah setelah kehadiran Duta aku jadi lebih PD dan dekat sama mereka. Salah satu ibu yang ikut arisan rutin itu adalah isteri seorang manajer menengah, kami memamggilnya Bu Jhoni(nama samaran suami). Wanita keturunan Manado dengan Madura kulitnya tidak terlalu putih seperti wanita Manado pada umumnya tapi malah mendekati mulato tapi nampak bersih dan kemel, tingginya kira-kira 165 cm, dan bodynya lumayan ramping meskipun sudah punya anak 2 orang. Yang istimewa sebenarnya bentuk perutnya yang rata terutama bagian bawah pusar tidak seperti wanita yang sudah punya anak saja dan umurnya baru 35 tahunan. Dia termasuk tidak cantik tapi ayu dadanya cukup besar bila dilihat dari luar bahkan lebih besar dari ukuran saya.
“Mbak Rien sekarang tambah seger lho.?” bisiknya suatu ketika ditengah acara arisan yang riuh oleh suara ibu-ibu.
“Ah jeng Meta (samaran) ini bisa aja, Mbak dari dulu kan begini-begini aja to.” jawabku meskipun ada rasa GR juga dalam hati.
“Benar lho Mbak, Mas Jhony aja sering komentar kalau dikantor ini Mbak termasuk orang yang masih semlohai (semok molek aduhai) meskipun telah berumur” terusnya.
“Itukan bisa-bisanya Dik Jhony” jawabku sekenanya.
“Tapi benar lho Mbak, apa sih resepnya? Mbok aku dikasih tahu jamunya” bisiknya meminta.
“Aa.. H jeng Meta ada-ada saja, nanti kalau Mbak kasih tahu juga percuma wong nggak bisa ditularkan” jawabku sambil tertawa.
“Yang benar Mbak..? Apa sih Mbak aku kok penasaran” ubernya.
“Benar mau tahu..?”
“Ya.!”
“Minum Air liur burung” bisikku sambil mendekat ke telinganya.
“Burung apa Mbak” kejarnya penasaran.
“Burung.. Burungnya Mas Pujo” bisikku kubuat serius.
“AH! Mbak guyon!”
“Betul jeng, ini betul lho jeng” jawabku.
“Itukan biasa Mbak”
“Biasa gimana, kalau sekedar ML terus selesai ya biasa jeng tapi ada caranya” jelasku.
“Jeng Meta ML dengan Dik Jhony berapa kali seminggu?” lanjutku.
“Paling sekali ya kadang dua kali Mbak” jawabnya.
“Kalau ML apa saja yang jeng Meta lakukan?” tanyaku lagi.
“Ya biasa Mbak bercumbu terus gitulah..! Terus selesai ya sudah begitu aja” jawabnya.
“Lho ya sudah gimana to jeng, mestinya kan ada pemanasan, permainan terus pendinginan dan apakah jeng Meta selalu dapat mencapai puncak?”
“Itulah Mbak masalahnya, saya sering ditinggal menggantung” jawabnya sambil menerawang.
“Terus”
“Ya kalau sudah begitu paling saya yang uring-uringan dan biasanya cuma bisa melampiaskan ke pekerjaan rumah Mbak” terusnya.
“Nah itulah jeng bedanya, Mbak dengan Mas Pujo selalu puncak bahkan berkali-kali lho” jawabku.
Kulihat wajahnya nampak takjub dan kelihatan rasa ingin taunya yang terpancar dari matanya.
“Jeng ML itu kalau dilakukan dengan benar dan senang hati bisa membuat kita awet muda, karena kerja hormon-hormon dalam tubuh kita jadi optimal” lanjutku menjelaskan bak seaorang dokter.
“Oooh itu to Mbak rahasianya..!” celetuknya.
“Makanya saya bilang, meskipun Mbak kasih tahu kan jeng Meta belum tentu bisa.. Bahkan..” jelasku sengaja memancing reaksinya.
“Bahkan apa Mbak.?” Tanyanya nggak sabar.
“Bahkan kalau jeng Meta Mbak suruh belajar sama Mas Pujo juga belum tentu mau” lanjutku sambil berbisik.
“Ahh Mbak” jawabnya sambil mencubit lenganku.
Cerita kami berakhir dengan berakhirnya acara arisan, sebelum pergi Meta sempat berbisik sewaktu-waktu mau konsultasi kujawab ya kapan saja. Bahkan kubisiki nanti belajar langsung aja ama Mas Pujo.
Seminggu setelah itu ketika itu jam 19.00 malam, Duta baru datang dari Jakarta sedang aku lagi ada tamu jepang jadi aku bermaksud memberi blowjob Duta sedang Mas Pujo masih malas-malasan didekat kami berdua, tiba-tiba telepon berdering, karena aku dan Duta sudah hampir telanjang maka Mas Pujo yang mengangkat telepon.
“Halo selamat malam” salam Mas Pujo, aku nggak tahu apa jawaban disebelah sana, tapi,
“Ya benar, mau bicara dengan Mbak Rien..? Sebentar ya, dari siapa? Meta! Oh jeng Meta, Meta Jhony?” tanya Mas Pujo, mendengar itu aku bangkit, Duta terpaksa melepaskan dekapannya padaku. Sebenarnya skenario ini aku yang buat, karena aku ingin Meta dapat main kerumah sehingga kuminta Mas Pujo menugaskan Jhony keluar kota untuk supervisi selama 3 hari.
“Halo jeng Meta kok tumben nelpon malam-malam” sapaku memulai percakapan.
Kami ngomong panjang lebar sampai akhirnya menyinggung pembicaraan kami di arisan dulu. Kuulangi tawaranku untuk belajar pemanasan dengan Mas Pujo, atau melihat saja kami yang mempraktekkannya berdua. Meta penasaran masa aku dan Mas Pujo mau bercinta dilihat orang lain, kujawab bahwa aku hanya bisa kalau orangnya itu Meta, lain tidak lagian cuma sebatas cara-cara pemanasan. Meta rupanya mulai panas akhirnya kuulangi lagi tawaranku dan jawabannya.
“Iya Mbak BT nih anak-anak sudah pada tidur, Mas Jhony dinas luar” jawabnya.
“Ya sudah to main aja ke rumah, kami semua sedang nggak ada kegiatan kok lagian masih sore” jawabku.
“Tapi Mbak,”
“Apa?”
“Aku malu sama Mas Pujo, ..” jawabnya.
“Nggak pa-pa kami cuma berdua kok, jangan kuatir nanti pulangnya kami antar” jawabku.
“Baiklah Mbak tapi janji lho.. nggak usah dipraktekin sama aku..” pintanya mengakhiri pembicaraan.
Setelah itu kami tutup pembicaraan, rumah Meta kira-kira 15 menit dengan naik kendaraan. Kuminta Duta bersabar dan sembunyi di kamar sementara aku dan Mas Pujo yang akan menerima Meta. Rencana ini pernah kuutarakan sebelumnya sama suami-suamiku. Kira-kira 25 menit kami menunggu ada orang memencet bel pintu pagar, Mas Pujo yang saat itu cuma pakai piyama tanpa dalaman yang membukakan pintu.
“Malam Mbak,” sapa Meta begitu masuk pintu rumah diiringi Mas Pujo.
Meta pakai baju agak ketat sehingga dadanya yang membusung kelihatan samar tapi saya yakin laki-laki manapun akan penasaran ingin tahu isinya, apalagi dengan kancing depan dan belahan dada yang agak kebawah sedang bawahan ia pakai celana jean tampak seksi sekali bokongnya.
“Malam, wah.. Jeng Meta nggak nyagka lho kalau bisa main kerumah nggak kesasarkan?” tanyaku.
Setelah menyilahkan Meta duduk kami ngobrol ngalor-ngidul sampai juga akhirnya menyinggung masalah ranjang, Mas Pujo dapat melihat air muka Meta yang jengah tahu kalau ia juga mulai terpancing birahinya. Karena omongan kami yang merangsang saraf telinga Meta dan kami tetap tidak mengatakannya secara vulgar, tanpa terasa jam menunjukkan angka 9 malam, Meta gelisah.
“Mbak sudah malam nih Meta mau mohon pamit” pintanya tapi matanya nampak sayu.
“Jangan dulu katanya pingin belajar rahasianya Mbak” jawabku sambil memandang Mas Pujo penuh arti.
“Ah Mbak.. Malu ah sama Mas Pujo”
Aku mendekati Mas Pujo dan kucium dia dibibirnya denga mesra dan lembut.
“Nggak pa-pa kan Mas?” pintaku Mas pujo menganggangguk sambil memelukku, kami berciuman, dan saling raba di depan Meta, sementara Meta kulihat merah padam mukanya melihat adegan kami, meskipun demikian aku melakukannya dengan halus dan hati-hati sekali.
“Beginilah kami melakukannya jeng,” kataku menjelaskan seperti dosen aja.
“Ah.. Mbak, Meta jadi bingung nih.., Meta pulang aja ya Mbak” pintanya tapi nggak beranjak.
“Ayolah.. nggak pa-pa” kami berpelukan mendekati Meta yang mulai kayak cacing kepanasan. Mas Pujo tahu keadaan segera mendekat sehingga duduk berdampingan di sofa panjang yang diduduki Meta, terus dipegangnya kedua tangan Meta, Meta menunduk malu-malu.
“Mbak.. Tapi cu ma se ba.. tas cara pemanasan aja lho Mbak” pintanya sambil memandangku.
“Ya, Mas cuma akan memperlihatkan cara pemanasan saja sama jeng Meta” jawab Mas Pujo sabar.
Perlahan disentuhnya dagu Meta dipandangnya matanya dalam-dalam penuh perasaan, mendapat perlakuan seperti itu dari Mas Pujo Meta memejamkan mata, perlahan Mas Pujo mencium bibirnya tanpa melumatnya. Ahh! Meta mendesah, diulanginya ciuaman itu oleh Mas Pujo dengan menempelkan bibirnya agak lama, Meta mulai bereaksi dengan mengulum bibir Mas Pujo dan Mas Pujo mulai meningkatkan aksinya, tangannya berpindah ke bawah ketiak Meta dan menarik badan Meta kepelukannya. Semua ini dilakukan di sofa ruang tamu, sambil duduk bedempetan.
Mas Pujo mulai meraba dada Meta yang membusung, dan Meta mulai mendesah-desah mereka masih berciuman saling lumat dan saling hisap (urusan bersilat lidah memang Mas Pujo sangat lihai). Setelah hampir sepuluh menit mereka saling raba Mas Pujo meningkatkan aksinya dari meraba bagian luar terus melepas kancing atas baju Meta jari-jari tangannya mulai menyisir pinggiran BHnya menuju ketengah. Meta melenguh seperti sapi disembelih begitu tangan Mas Pujo mancapai putingnya dan menjepinya dengan dua jari. Sementara itu mulut Mas Pujo mulai merambat ke bawah ke arah belahan dadanya yang sekal.
Tanpa disadari Meta tangan kanan Mas Pujo telah menyelinap ke punggung Meta dan melepaskan kait BH Meta maka tampaklah buah dada Meta yang kencang dan menantang, tanpa membuang kesempatan langsung Mas Pujo melumat putingnya. Meta mulai tak dapat mengendalikan diri, dia lupa dengan janjinya sendiri, tangannya secara reflek menggerayang bagian depan Mas Pujo dan mulai melakukan pijatan-pijatan halus mulai dada, pusar dan terus ke bawah pusar. Tanpa menolak Mas Pujo malah memberi kesempatan pada Meta menyorongkan badannya, sambil mulutnya tetap bergelayut di puting Meta, tapi tanggannya sudah mulai menarik resleting celana jeannya. Meta tak henti-henti mendesah, perlahan aku ke saklar lampu kukecilkan sehingga suasana tampak redup dan makin romantis.
Meta sudah meluruskan kakinya di sofa sambil kepalanya bersandar di tanganan sofa, sementara tinggal mengenakan CD warna merah, Mas Pujo belum melepaskan piayamanya dengan posisi diatas Meta tapi batangnya sudah nampak mengacung karena diurut-urut Meta. Perlahan Mas Pujo menggigit pinggiran CD Meta dan menariknya kebawah sehingga bugil Meta masih tenang mungkin karena melihat Mas Pujo tidak melepaskan piyamanya. Mas Pujo mulai mejilati perut Meta turun ke arah pusar terus menciuminya dan meleletkan lidahnya kebawah mencium rambut kemaluan Meta, diperlakukan begitu Meta meracau tak karuan.
“Aduh Mas.. Mbak Meta nggak tahan.. oh Mas Pujo”
Aku memberi kode pada Duta, saat itu Mas Pujo telah membenamkan mukanya di selangkangan Meta, menjilati klitoris Meta, Meta dengan posisi membuka kedua pahanya pinggulnya terganjal pegangan kursi sehingga sekarang kepalanya berada dibawah. Dengan posisi ini maka nampaklah gundukan bukit venus yang indah dan merekah merah sehingga memudahkan untuk penetrasi.
Perlahan Mas Pujo mundur dan Duta yang telah telanjang bulat maju dengan palkon siap serbu, Meta masih tenggelam dalam kenikmatan yang didapatnya hampir satu jam dicumbu Mas Pujo, tidak menyangka bahwa ada pergantian posisi dibawah. Duta langsung mengenggam palkonnya dan mengarahkan ke lubang surga Meta, dengan presisi Duta menghentak dan bles..!
“Ahh Mas aku nggak mau.. nggak mau” sambil meronta tapi secepat kilat aku membelai dan mengulum putingnya, sedang Duta langsung mengunci kaki Meta maka Meta hanya bisa mendesis dan mau berontak tapi karena serangan rasa nikmat yang luar biasa ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ahh Mbak.. Mas.. Kalian curang aduhh.. Oh.. Kenapa ini ohh.. Ohh.. Mbak aku nggak tahan.. Nggak ta.. Hhaan..”jerit Meta sambil mengejang nafasnya memburu seluruh otot-otot badanya meregang pertanda orgasme sampai.
Duta mengimbangi dengan kocokan-kocokan perlahan dan teratur bahkan dibiarkannya Meta menikmati orgasmenya yang pertama yang hampir membuatnya tak sadarkan diri. Setelah nafas Meta aga teratur perlahan Duta mulai memompa karena itu perlahan Meta mulai membuka matanya dan..
“HAAH Mbak kok bukan Mas Pujo..!” teriaknya panik sambil mau berontak tapi kuncian Duta dan kocokan-kocokan palkon Duta di memeknya membuat dia tak berdaya.
“Gimana Mbak? Aku nggak mau Mbak, aku mau sama Mas Pujo saja,” teriaknya lagi.
“Tenang jeng, tenang..!” kucoba menenangkannya, sambil kukedipi Mas Pujo untuk siap-siap menggantikan posisiku.
Mas Pujo mendekat dan mulai melumat puting Meta yang sebelah kiri sementara tangan kirinya meremas-remas puting yang sebelah kanan. Mendapat serangan bertubi-tubi dari bawah dan atas Meta menjadi naik birahi lagi..
“Ahh.. Mbak, Mas gimana ini kok begini to, ahh nikmat Mbak.. Meta nggak tahan Mas, ayo terus Mas.. Yang keras..” ceracaunya Meta mengejang lagi menapaki orgasmenya yang kedua.
Dutapun tampak mulai berkerenyit dahinya dan makin keras kocokannya, pertanda mau mencapai orgasme maka cepat-cepat aku tarik sementara Mas Pujo langsung menggantikan posisi Duta mengocok vagina Meta dengan palkonnya tanpa memberi kesempatan pada Meta untuk mengatur nafas. Kucium dan kukulum kepala kontol Duta di depan Meta sambil mengocok-ngocok batangnya.. Dan..
Creett.. Crett.. Cret..
Kuminum sperma Duta yang tumpah dimulutku. Meta melihat semua itu sambil mendelik menahan nikmat karena kocokan Mas Pujo. Setelah hampir setengah jam mereka saling genjot akhirnya mulai ada tanda-tanda Mas Pujo dan Meta akan mencapai puncaknya dan..
“Aaahh Mas aku nggak kuat.. Aku..” begitu teriak Meta menapaki orgasmenya yang ketiga. Mas Pujo memberi kesempatan untuk mengambil nafas sambil sesekali masih mengocok vagina Meta pelan-pelan.
“Sini Mas.. Sini Mas..” pinta Meta pada Mas Pujo sambil tangannya menggapai-gapai.
Mas Pujo mengakhiri kocokannya dan mencabut kontolnya dan menyorongkannya ke mulut Meta, sambil tetap tiduran terlentang di sofa dikulumnya kontol Mas Pujo yang sudah bengkak dan berenyut-denyut. Akhirnya..
Crett.. Crett.. Crett
Muncratlah sperma Mas Pujo di mulut Meta, Meta menelannya sambil membeliakkan mata, mungkin belum biasa tapi kemudian dijilatinya sisa-sisa sperma diujung kontol Mas Pujo.
Setelah itu mereka bertiga istirahat mengatur nafas, sambil menikmati sisa-sisa orgasme yang mereka alami. Meta mengerling padaku. Waktu itu sudah jam 11-an malam.
“Mbak Rien nakall..!” rengeknya manja, sambil memukul bahuku.
“Lho kan jeng Meta sendiri yang keterusan..” jawabku.
“Ahh Mbak ni lho, Meta jadi malu ama Mas Pujo.. Eh.. Mas yang satu siapa Mbak?” tanyanya sambil mengerling ke Duta.
“Adiknya Mas Pujo! Duta” jawabku.
“Jeng Meta mau pulang..?” tanyaku lagi.
“Ya deh Mbak, sudah malam nih nanti anak-anak mencari” jawabnya.
Aku dan Duta mengantar Meta pulang sedang Mas Pujo tunggu rumah, di jalan Meta berterimakasih sama Duta, katanya baru kali ini dia mengalami multiorgasme yang selama ini hanya angan-angan saja. Meta bahkan berani mencium Duta di depanku saat ia turun dari mobil. Setelah mengantar Meta pulang aku mendapat ciuman istimewa dari Mas Pujo dan Duta katanya mereka tak pernah membayangkan wanita lain selama ini karena sebenarnya selama ini mereka sudah merasa cukup dengan pelayananku. Tapi hadirnya Meta membuat mereka tambah bahagia. Dan selama tiga hari mereka berdua selalu dapat memuaskan Meta bahkan saat hari terakhir Meta minta nginap dirumah dan mereka main sampai empat kali. Sebagai isteri aku tetap gelisah melihat keperkasaan mereka berdua, namun hadirnya Meta dapat sedikit mengobati kegelisahanku.
Pembaca yang budiman sampai saat ini sudah hampir satu tahun aku Meta, Duta dan Mas Pujo tanpa Jhony melakukan ini. Meta tambah rajin memelihara dirinya dan ia makin berbinar ia sangat menyenangi Mas Pujo walau demikian kami semua bahagia. Ada pembaca yang menawarkan kepadaku untuk ML tapi mohon maaf aku tak bisa karena aku hanya bisa untuk Dutaku dan Mas Pujoku, hadirnya Meta sebenarnya tak mereka inginkan juga tapi karena sudah terlanjur maka kami sepakat meneruskan entah sampai kapan yang jelas kami saling mengasihi.