Cerita Sex Dengan Bapak Tiri
Sore itu aku baru pulang kantor dan hendak ke rumah sakit pukul 18.00 WIB, aku sedang duduk di teras depan sambil membaca koran harian sore.
“Sore pak… ini Ita buatkan teh buat bapak..” sambil Ita memberikan secangkir teh kepadaku.
“Makasih Ta…! ” jawabku padanya.
“Bibi kemana Ta..?” tanyaku padanya, karena dari tadi pembantuku tidak kelihatan.
“Tadi katanya mau nengok saudaranya di Pulo Gadung..!” jawabnya.
Sore itu Ita kelihatan nampak sexy sekali, mengenakan bawahan pendek putih dan kaos tipis, sehingga tampak lekuk tubuhnya membuat libidoku menjadi bangun apalagi aku sudah lama tidak mendapatkan kenikmatan dari istriku.
“Pak kelihatannya tampak lelah sekali ya pak… ?”
“Iya Ta” jawabku.
“Ita pijitin ya pak…”
Lalu Ita tanpa dikomando sudah memijit kepalaku.
“Oh pijitan kamu enak sekali Ta… !”
“Iya dong pak… ! ” jawabnya.
Aku dipijit Ita dari belakang dan jemari tangannya membuat aku semakin ingin menerkamnya. Dan tiba-tiba posisi Ita berganti memijatku dari depan sehingga dua gundukan susu Ita tampak jelas terlihat. Sesekali tubuh Ita menempel ke tubuhku dan kont*lku pun semakin keras mengacung ke depan.
Aku mencoba untuk tenang dan memejamkan mata, tapi ketika tangan Ita mulai memijat punggungku dan tubuhnya sangat rapat sekali dengan tubuhku, sehingga dengan sengaja aku majukan pinggulku.
“Ah… burung bapak nyenggol lutut Ita nih……!!!” candannya padaku.
“Kalau nyenggol memangnya kenapa Ta…?”
“Ah bapak… Ita hentiin nih mijitnya..?!”
“Jangan dong sayang… Ita enggak kasihan sama bapak… ?”
Lalu aku tarik pinggul Ita dan langsung Ita tertarik tubuhnya di pangkuanku. Ita mencoba untuk bangkit tapi aku malah mendekapnya.
“Pak… ah… pak… jangan… dong…!!”
Tapi apa boleh buat posisi Ita sudah dalam pangkuanku, dengan kondisi berhadapan dan kedua kakinya tepat berada dalam sanggahan pahaku. Sementara bawahan pendeknya sudah agak sedikit tersingkap dan kont*lku sudah menempel tepat di mem*knya. Lalu aku tekan pinggul Ita dan pinggulku aku gesek-gesekkan ke arah pinggulnya dan terasa gundukan daging mem*k Ita terkena benggolan kont*lku yang besar.
“Pak ah… pak… ja… jangan… pak…!!” Ita mencoba meronta tapi sesekali dia tampak sedikit menikmati karena di balik rontaannya terkadang ada satu gerakan pinggulnya yang mencoba mengimbangi irama gerakanku.
Ita mulai mengurangi gerakannya dan akupun semakin menggila. Aku keluarkan seluruh kont*lku dari balik celanaku, sehingga makin menyembul keluar, lalu aku kulum mulut Ita dengan mesra. Awalnya dia agak kaku tapi lama-kelamaan mengikuti juga irama ciumanku.
Sleep… ah… sleeep ah… Ita mendengus ketika lehernya mulai kena oleh serangan bibirku.
“Ah… pak .. enak… pak… Ita belum merasakan seperti ini” rintihnya.
Lalu tangan kiriku mulai menelusup ke dalam bawahannya dan aku langsung merangsek ke bagian depan celana dalamnya. Terasa mulut mem*k Ita sudah basah. Jari-jariku menyisir bagian pinggir celana dalamnya dan aku singkapkan sedikit, sehingga aku merasakan lubang mem*k Ita sudah bebas tidak tertutup lagi oleh celana dalamnya. Lalu aku arahkan kont*lku mencari lubang kemaluan Ita. Dan ketika aku tekan aku merasakan ujung kont*lku sudah tepat di lubang mem*knya dan ketika aku tekan.
“Ah… pak… sakit… pak… !!!” Mata Ita tampak terbelalak.
“Bentar sayang bapak masukin ya…” dan napasku makin mendengus.
“Tapi… pak… ah… ah… sa… sakit… pak….!!!”
Ketika seluruh kont*lku masuk merangsek mem*knya yang masih sempit itu, kont*lku merangsek masuk dan rasanya begitu sempitnya mem*k Ita.
“Bapak… aduh… bapak… aduh… pak… ah… ah….!!!”
Ita mulai menjambak rambutku, ketika kont*lku menghujami mem*knya berkali-kali.
Sleep… slepp… sleep… plok… plokkk… antara pahaku dengan paha Ita saling berbenturan.
“Ahhh… aaah… aaaah… bapak sudah pak….. mem*k Ita ngilu..!!!!”
“Bentar sayang… uh…. uhhh… bapak lagi enak…..!!!”
Aku terus merojok-rojokkan kont*lku pada Ita, sehingga Ita terkadang meringis menahan sakit tusukan kont*lku. Tubuh Ita sudah mulai agak sedikit lunglai dan tersandar pada tubuhku, sedangkan pinggulku masih dengan perkasa menggoyang naik-turun sehingga seluruh kont*lku keluar masuk ke mem*k Ita yang masih perawan itu.
“Bapak… bapak…. sudah… pak… ah…. ah… pak… kenapa jadi begini… pak…”
Tubuh Ita nampak sudah basah kuyup oleh keringatnya yang keluar deras dari pori-pori kulitnya.
“Oooh sayang… oh… punya kamu enak sekali… ooohh….!!!!”
Lalu aku hentak keras ke atas ketika ujung kont*lku sudah terasa akan mengeluarkan spermaku. Crooot…. crooot… croot…. ah… ah… aku dekap Ita dengan pelukanku begitu erat. Pinggulku aku tekan kuat-kuat ke arah mem*knya. Seluruh spermaku masuk ke dalam mem*knya dan Itapun menjerit histeris.
“Ah… paaaaak…. ah…..”
Aku biarkan kont*lku menancap di mem*k Ita. Aku merasakan denyutan rongga-rongga mem*k Ita. Kami terdiam sejenak, sementara Ita masih dalam dekapanku dengan rambut yang masih acak-acakan.
“Hmmm… pak… hmmm” Ita mulai sedikit merajuk.
“Kenapa sayang… enak enggak punya bapak ?”
“Ah… bapak… punya Ita sobek nih pak… ah… bapak jahat” sambil tangan Ita memukul-mukul ke arah tubuhku.
Lalu Ita merebahkan tubuhnya ke tubuhku dengan manjanya sambil jari-jari manisnya memainkan ujung rambut panjangnya.
“Pak… bapak puas engga ngent*tin Ita ?” tanyanya padaku.
“Bapak puas sayang… punya Ita enak sekali… mandi bareng yuuk sayang… nanti kita jenguk ibu di rumah sakit”
Ita mengangguk kecil dan kami akhirnya untuk pertama kali mandi bersama. Setelah mandi aku dan Ita pergi menuju rumah sakit.