Cerita Sex Mesum Dengan Mama CantiK
Sedangkan mana bisa memenuhi kebutuhanku yang doyan hura-hura. Jangankan membelikanku mobil, sepeda motor aja Papa enggak bisa. Dua orang adikku juga memilih tinggal bersama Mama. Sama sepertiku, mereka juga doyan hura-hura. Ngabisin duit Mama yang aku enggak tahu gimana caranya, selalu saja ada. Apa yang kami minta selalu bisa dipenuhinya.
Namaku Tomi. Semester enam fakultas ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta yang beken di Jakarta. Adikku Mimi. Juga kuliah di fakultas ekonomi satu kampus denganku. Tapi dia masih duduk di semester dua. Adikku yang paling kecil, Arya. Dia masih kelas tiga SMU.
Dari kecil selalu hidup bergelimang harta, dari penghasilan Mamaku, membuat kehidupan glamour sangat melekat pada diri kami. Masing-masing kami dibelikan Mama mobil sebagai alat transportasi. Uang jajan tak pernah kurang.
Karena itu aku dan adik-adikku tak pernah protes dengan apapun yang dikerjakan oleh Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu kompak membela Mama. Termasuk saat bercerai dengan Papa. Padahal sebab perceraian kedua orangtuaku itu adalah jelas-jelas karena kesalahan Mama. Papa menangkap basah Mama sedang pesta sex dengan tiga orang gigolo muda di hotel! Meski begitu, aku dan adik-adikku tetap aja kompak membela Mama. Soalnya belain Papa juga enggak ada untungnya. Lagian kelakuanku dan adik-adikku juga enggak beda-beda amat sama Mama. Aku dan Arya pernah bawa perek ke rumah. Si Mimi tahu tentang hal itu dan dia sih santai-santai aja. Soalnya dia juga sering bawa cowok ganteng ke kamarnya.
Setelah bercerai, rumah kami yang megah jadi seperti rumah bordil aja deh. Mama, aku, Mimi, dan Arya, rutin bawa partner sex kemari. Karena kami sama gilanya, jadi asyik. Kalau waktu ada Papa enggak asyik. Papa suka rese. Meski tak bisa memarahi kelakukan binal anak-anaknya, tapi Papa suka ngomel atau ngasih nasehat. Huh, menyebalkan aja Papaku itu.
Dari banyak cowok, si Toni yang paling sering dibawa Mama ke rumah. Dia tuh, kayak suami baru Mama aja jadinya. Hampir tiap hari dia ada di rumah. Paling kalau Mama lagi bosen dan ingin cari variasi pasangan lain, barulah dia ngibrit dari rumahku, balik ke kostnya. Karena seringnya si Toni di rumah, aku dan adik-adikku jadi akrab dengan dia. Apalagi usianya enggak jauh dariku. Dia juga masih kuliah. Umurnya hanya lebih tua dua tahun dariku. Obrolan kami nyambung. Tentang apa saja. Otomotif, sport, musik, dan pasti ngesex. Hehe. Bisa dibilang, si Toni ini piaraan Mama. Segala biaya hidupnya, Mamaku yang nanggung.
Si Mimi paling senang dengan keberadaan Toni di rumah. Piaraan Mama itu dimanfaatinnya juga buat muasin nafsunya yang binal.
“Habisnya si Toni itu ganteng banget sih. Macho. Mana bodinya oke banget lagi. Belum lagi kontolnya. Gede banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan. Pantes aja Mama paling demen ama dia dibandingin ama gigolonya yang lain,” kata Mimi padaku suatu hari. Dasar nakal. Dasar maniak tuh si Mimi.
Mendengar cerita si Mimi tentang kontolnya si Toni membuatku penasaran juga. Eits. Jangan salah sangka dulu men. Aku bukan gay. Jelas-jelas aku cowok straight. Cuman, dengar ukuran kontol orang sampai 28 sentimeter kan jelas bikin penasaran. Jangankan aku, cowok lain pasti juga penasaran. Gila aja kontol bisa segede itu!
Selama ini kupikir kontolku sudah paling gede. Panjangnya sekitar delapan belas senti. Susah-susah lho, cari kontol sepanjang punyaku ini di Indonesia. Ternyata punya si Toni malah lebih gila. sampai 28 senti men, selisih sepuluh senti dari punyaku. Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0 senti sampai 28 senti, panjang banget kan ukuran segitu.
Meski penasaran, enggak mungkin kan aku permisi ke dia buat liat kontolnya. Gila aja. enggak usah ya. Pernah kepikiran buatku untuk ngintip dia saat ngentot dengan Mamaku atau si Mimi. Tapi males ah. Ngapain juga ngeliat saudara kandung sendiri ngentot. enggak ada seru-serunya. Entar aku jadi incest lagi. Bikin berabe aja.
Namun, yang namanya rezeki memang enggak kemana. Waktu itu malem hari. Hampir dini hari malah. Aku baru pulang. Biasalah, ngabis-ngabisin duit Mama. Semua orang sudah tidur kayaknya. Kerongkonganku rasanya kering banget. Haus. Aku langsung ke dapur, ingin ngambil minuman dari lemari es.
Pas aku nyampe di dapur aku terkesima. Kulihat Mama sedang berbaring telentang di atas meja makan kami. Pakaian atasannya terbuka memamerkan buah dadanya yang masih kencang dan besar.
Sementara bagian bawah tubuhnya tak menggenakan penutup apa-apa. Sekitar memeknya yang penuh jembut lebat kulihat belepotan cairan putih kental sampai ke perutnya. Banyak banget. Mama tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.
“Ngg.. Enak banget Will,” katanya dengan suara mendesis. Rupanya dia baru aja dientot sama si Toni di atas meja makan itu.
Aku segera mengalihkan tatapanku dari tubuh Mamaku yang mengangkang itu. Entah kenapa, kok aku rasakan aku kayaknya terangsang. Bisa berabe nih. Pandanganku kualihkan ke lemari es. Saat menatap ke arah sana aku kembali kaget. Disana berdiri si Toni. Dia tak menggenakan pakaian apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan kekar berotot itu polos. Dia sedang menenggak coca cola dari botol.
Mataku langsung menatap ke arah kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak bohong. Di selangkangannya kulihat sebatang kontol dengan ukuran luar biasa. Sedang mengacung tegak ke atas mengkilap karena belepotan spermanya sendiri kayaknya.
Batangnya gemuk, segemuk botol coca cola yang sedang dipegangnya. Panjang banget. Kepala kontolnya yang kemerahan seperti jamur melewati pusarnya. Batang gemuk itu penuh urat-urat. Aku sampai melotot melihatnya. Kupandangi kontol itu dengan teliti. Ck.. Ck.. Ck.. Sadis.
“Baru pulang Tom?” kata Toni menegurku.
Ia sudah menyadari kehadiranku rupanya. Aku segera menolehkan pandanganku dari kontolnya. Gawat kalau ia tahu aku sedang serius mengamati detil kontolnya itu.
“He eh. Iya,” sahutku sambil mengangguk.
Untung saja lampu di dapur itu bernyala redup. kalau terang benderang, pasti Toni bisa mengetahui kalau wajahku sedang bersemu merah saat itu. Malu.
Mamaku yang sedang berbaring lemas diatas meja makan tiba-tiba melompat bangun. Ia sibuk mencari-cari roknya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang terbuka.
“Eh, Tomi. sudah lama kau datang?” kata Mama dengan ekspresi malu.
“Baru aja ma,” sahutku.
Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman dingin dari lemari es. Tubuh Toni yang berkeringat tepat disampingku.
Saat mataku melirik ke arah dalam lemari es, mencari minuman, kusempatkan untuk melirik sekali lagi ke arah batang kontol Toni. Kali ini aku bisa melihatnya lebih jelas. Karena ada bantuan penerangan dari lampu lemari es. Gila! Bagus banget bentuk kontolnya, pikirku.
Setelah mendpatkan minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah Mamaku dan Toni disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan lagi permainan cabul mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan menuju kamarku, pikiranku dipenuhi dengan kontol si Toni yang luar biasa itu.
“Gila! Gila!” rutukku dalam hati.Kok aku bisa mikirin kontol punya cowok lain sih? Ada apa denganku ini? Rasanya malam itu aku susah untuk tidur. Setelah membalik-balikkan badan beratus kali di atas ranjangku yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun setelah jarum jam menunjukkan pukul empat pagi. Sebentar lagi pagi menjelang.
Berjumpa dengan Toni keesokan harinya aku jadi rada-rada grogi. Entah kenapa. Mataku jadi suka mencuri pandang ke arah selangkangannya. Aku jadi menyadari, kalau ternyata saat selangkangannya ditutupi celana seperti itu, ukuran tonjolan diselangkangan itu, memang beda dengan punyaku. Jauh lebih menonjol kayaknya. Gila! Gila! Rutukku lagi dalam hati. Kok aku jadi mikirin itu aja sih?!
Si Toni sih enggak ada perubahan. Ia tetap cuek aja seperti biasanya. Ia tak merasa ada yang aneh dengan kejadian semalam. Sepertinya ia tak perduli kalao aku memergokinya telanjang bulat bersama Mamaku. Kayaknya, buatnya itu hal yang lumrah saja. Dasar gigolo profesional dia.
Sebulan berlalu. Dan selama rentang waktu itu, aku jadi pengamat selangkangan Toni jadinya. Entah kenapa, aku selalu berharap akan punya kesempatan lagi untuk ngelihat perkakas gigolo itu. Tapi tak juga pernah kesampaian. Sampai suatu hari.
Aku ingin berenang pagi-pagi di kolam renang yang ada di halaman belakang rumahku. Ketika aku sampai di kolam renang mataku langsung menangkap sebuah tontonan cabul. Si Mimi sedang ngentot dengan Toni. Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama kan masih ada di kamarnya pagi-pagi begini.
Adikku yang cantik dan sexy itu sedang nungging di tepi kolam renang. Dibelakangnya Toni asyik menggenjot kontolnya dalam lobang vagina adikku itu. Genjotannya liar dan keras. Menghentak-hentak.
Tubuh si Mimi sampai terdorong-dorong ke depan karena hentakan itu. Kelihatannya si Mimi keenakan banget. Bibir bawahnya digigit-gigitnya dengan giginya. Ia menggelinjang-gelinjang sambil merem melek menikmati hajaran kontol Toni yang luar biasa itu di memeknya.
Aku terangsang hebat. Celana renang segitiga yang kukenakan, tak lagi bisa menampung kontolku yang membengkak. Aku tak tahu. Aku terangsang karena apa? Apakah karena melihat persetubuhan mereka, atau karena serius mengamati kontol besar Toni yang keluar masuk vagina si Mimi itu. Entahlah.
Tanganku langsung mengocok batang kontolku yang sudah kukeluarkan dari celana renangku. Kukocok sekuat tenaga. Cepat. Aku ingin segera menumpahkan spermaku.
“Eh, Tom. Ngapain luh?” tiba-tiba kudengar suara Mimi menegurku.
Mataku yang sedang merem melek langsung menatapnya. Kulihat ia menolehkan wajahnya yang cantik memandangku yang sedang berdiri mengangang sambil ngocok. Toni tersenyum memandangku. Mereka tak menghentikan permainan mereka.
“memang lo enggak bisa liat, gue lagi ngapain,” jawabku cuek. Toni tertawa kecil mendengar jawabanku “Gila lo,” kata Mimi. Setelah itu ia kembali asyik menikmati genjotan Toni.
Akhirnya akupun orgasme sambil memandangi Mimi dan Toni yang terus bercinta. Tak lama setelah itu si Toni yang orgasme di mulut Mimi. Sebelum spermanya sempat mencelat dari lobang kencingnya, Toni menyempatkan menyabut kontolnya yang gemuk dan panjang itu dari vagina Mimi. Lalu disuruhnya Mimi membuka mulutnya lebar-lebar menyambut tumpahan sperma Toni yang deras.
Aku benar-benar terbius birahi melihat detik-detik Toni menumpahkan spermanya di mulut adikku itu. Entah kenapa nafsuku terasa menggelegak melihat kontol itu menyemburkan spermanya yang deras berulang-ulang. Kupelototi setiap detik orgasme Toni itu tanpa berkedip sama sekali. Aku tak ingin kehilangan momen yang indah itu sedetikpun.
“Gila lo. Adik sendiri ngentot ditonton,” kata Mimi padaku.
Saat itu kami bertiga berbaring di tepi kolam renang kelelahan. Kalau orang melihat kami saat itu, mereka tidak mengetahui kalau kami baru saja orgasme tadi. Yang melihat pasti hanya mengira kami sedang berjemur menikmati cahaya matahari di tepi kolam renang.
“Habisnya elo berdua sama gilanya sih. Masak pagi-pagi ngentot disini. Ketahuan Mama gimana?” sahutku.
“Cuek. Mama enggak bakalan bangun. Sebelum ngentotin gua, Mama habis dihajar sama si Toni. Jadi Mama pasti sedang ngorok kecapaian,” jawab Mimi yakin.
“Benar Wil?” tanyaku.
“Yap,” sahut Toni singkat. Dasar si Toni. Habis ngentot dengan Mama, masih sanggup ngentoti si Mimi sebinal tadi. Benar-benar profesional nih cowok, pikirku. Itu pengalaman keduaku melihat kontol si Toni. Seru? Belum! Ada pengalaman berikutnya yang lebih seru dari itu.
Dua minggu kemudian. Aku baru bangun tidur siang. Sekitar jam tiga sore. Waktu itu hari Rabu, aku enggak ada kelas. Karena itu biasanya habis tidur siang, sorenya aku latihan tenis. Kuubek-ubek kamarku, tapi tak kutemukan dimana raket tenisku berada. Jangan-jangan dipinjam si Arya, pikirku. Adik bungsuku itu memang doyan banget minjem barang-barangku tanpa permisi.
Aku segera menuju kamarnya yang terletak di pavilyun samping bangunan utama rumah kami. Arya memang sengaja diberikan kamar disitu. Maklum ABG. Dia doyan nge-Band bareng temannya. Daripada ribut dengar suara alat musik yang dimainkannya bareng-bareng temannya maka lebih aman meletakkannya disitu.
Jadi suaranya tidak terlalu keras terdengar di dalam rumah. Mending suara musik yang dimainkan asyik di dengar kuping. Ini malah musik yang enggak jelas juntrungannya. Metal yang enggak mutu. Ups, jangan salah sangka lagi. Aku bukan anti metal. Aku doyan metal. Tapi metal yang enggak dimaenin sama Arya dan teman-temannya. He.. he..
Pintu kamar Arya tertutup rapat. Juga gorden jendelanya. Tumben. Pikirku. Jarang-jarang gorden kamarnya ditutup. Paling juga kalau sudah malem kalau dia tidur. Dari kamarnya terdengar hingar bingar musik metal dari tape. Si Arya berarti ada di kamar, pikirku. Kugenggam gerendel pintu, kuputar. Tak terkunci. Kubuka pintu dan langsung melongokkan wajahku ke kamarnya. Aku sudah bersiap-siap untuk ngomel ke dia.
“Arya! sudah berapa kali gue bilang, jangan ambil barang-barang gue seenaknya.. Hahh?!!,” kata-kataku terhenti segera.
Mulutku menganga, tenggorokanku rasanya tercekat. Mataku melotot melihat peristiwa yang terjadi dalam kamar Arya. Adikku itu sedang bermain cinta di kamarnya. Tubuhnya telentang di atas ranjang. Pakaian sekolahnya belum terlepas seluruhnya. Hanya resleting celananya saja yang terbuka lebar. Kontolnya yang nongol dari celah resleting itu, ngaceng total sedang dikulum oleh seseorang yang sedang menungging dalam posisi berlawanan arah dengan Arya di atas tubuhnya.
Aku sih sudah tahu kalau kelakuan adikku yang masih ABG ini sama bejatnya seperti aku. Aku sudah sangat tahu kalau dia doyan ngesex dengan orang lain. Harusnya aku tak perlu kaget melihatnya sedang in action seperti ini. Tapi gimana aku enggak kaget kali ini, yang kulihat saat ini sangat tidak biasa. Arya maen kulum-kuluman kontol bukan dengan cewek. Tapi dengan cowok men. Dan cowok yang sedang mengulum kontolnya itu adalah si Toni! Shit!
Si Aryapun edan. Masak mulutnya juga ngulum kontol si Toni? Ngawur! Yang benar aja, kontol gede si Toni itu dikuluminya dengan penuh nafsu seperti ngulum permen lolipop saja. Arya kulihat salah tingkah setelah menyadari kehadiranku.
Buru-buru dilepaskannya kontol si Toni dari mulutnya. Ia segera bangkit dan membereskan celananya. Sementara si Toni kulihat tenang-tenang saja.
“Ngapain Tom? Masuk kamar gue kok enggak ngetuk pintu dulu,” kata Arya terlihat kurang suka padaku.
“Memang elo pernah ngetuk pintu kalau masuk kamar gua?” sahutku. Kupandangi keduanya dengan tatapan tajam. Toni kulihat tersenyum padaku.
“Hai Tom,” katanya melambaikan tangan seperti tak ada apa-apa.
“Ngapain elo berdua?” kataku dingin.
“Enggak ngapa-ngapain. Mau ngapain elo?” sahut Arya masih salah tingkah.
“Enggak ngapa-ngapain?! Jelas-jelas mata gua ngelihat elo berdua sedang emut-emutan kontol kok elo bisa ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo homo?!” kataku.
“Siapa yang homo? Enak aja!” kata Arya protes.
“Kalau bukan homo, apa namanya cowok sama cowok emut-emutan kontol begitu? Nah elo, kok elo bisa..,” kataku pada Toni.
Kalimatku tak kusambung. Aku menatap bingung padanya.
“Sante aja men. Ini hal yang biasa kok,” sahut Toni tanpa beban.
“Biasa??!” tanyaku bingung. Dahiku mengernyit.
“Iya. Gue sama Arya kebetulan lagi sama-sama horny. enggak ada pelampiasan, ya sudah, kenapa kita enggak maen berdua aja.
Toh tujuannya cuman untuk melampiaskan birahi doang. Maen sama cewek juga emut-emutan kan. Gua punya mulut, Arya punya mulut, kan bisa dipake untuk ngemut. Hasilnya tetap sama kok,” sahut Toni tenang.
Gigolo ganteng itu benar-benar tenang luar biasa. Sepertinya apa yang dilakukannya bersama Arya itu bukan hal yang aneh. Aku jadi terkesima mendengar jawabannya. Arya kulihat mengangguk-angguk mendengar kata-kata Toni. Duduk dengan seragam SMUnya diatas ranjang, adik bungsuku itu tak berkata apa-apa.
“Gua enggak ngerti deh. Gua yang gila atau elo berdua yang gila,” kataku.
“Enggak ada yang gila Tom. Apa gue pernah ngatain elo gila karena elo suka mandangin kontol gua? enggak pernah kan?”
“Maksud elo?”
“Jangan pura-pura bego. Gue tahu kok elo suka curi-curi pandang lihat tonjolan di selangkangan gue. Apalagi kalau pas gue telanjang bulat. Mata elo kan sampai melotot ngelihat adik gue ini kan,” kata Toni.
Ia menggoyang-goyangkan kontolnya yang sudah lemas. Memamerkannya padaku. Aku tak tahu mau bilang apa lagi. Tak kusangka Toni mengetahui kalau aku selalu memperhatikan perkakasnya selama ini.
“Sudahlah. Sekarang elo mau berdiri terus disitu sambil ngelihatin kita sekaligus melototin kontol gue, atau mau ikutan bareng kita menikmati anugerah yang kita miliki. Tom kita harus bersyukur lo, kita bertiga kan dianugerahi kontol yang punya ukuran diatas rata-rata. enggak banyak lo orang yang dianugerahi hal beginian,” kata Toni.
Benar yang dikatakan Toni. Kami bertiga memang punya ukuran kontol yang diatas rata-rata. Adikku si Tony kulihat juga punya kontol yang gede. Ukurannya enggak jauh-jauh dengan ukuranku.
Akal sehatku sirna. Aku yang memang sudah cukup lama tergoda dengan kontol si Toni akhirnya pasrah saja saat Toni dan Arya membimbingku ke arah ranjang. Kubiarkan saja mereka mempreteli seluruh pakaianku. Kami bertiga telanjang bulat di dalam kamar Arya.
Toni memberikan penghormatan khusus padaku. Rasa penasaranku pada kontolnya yang gede itu dipuaskan olehnya. Toni mengangkangi leherku saat aku berbaring telentang di atas ranjang. Kontolnya yang besar ditampar-tamparkannya ke pipiku.
Birahiku menggelegak. Pertama kali seumur hidupku aku diperlakukan seperti ini. Saking menggelegaknya birahiku akhirnya apa yang tak pernah terpikirkan selama ini dibenakku kulakukan. Kukulum kontol Toni sepuas-puasnya. Aku menggila. Seperti anjing ketemu tulang, kulahap kontol Toni. Aku tak ubahnya Mamaku dan Mimi yang tergila-gila pada kontol gigolo ganteng ini.
Rupanya Aryapun sama tergila-gilanya seperti aku. Ia berebutan denganku mengerjai kontol besar si Toni. Seringkali kudorong wajah ganteng adikku yang masih abg itu menjauhi kontol Toni, karena aku sudah tak sabar ingin memasukkan batang gede itu dalam mulutku. kalau sudah gitu, Arya cuman bisa bersungut-sungut padaku. Aku cuek aja. Sementara Toni tertawa melihat kami berebutan kontolnya seperti itu.
“Kalian sekeluarga sama binalnya deh,” komentarnya.Ia pasti teringat pada Mama dan Mimi saat mengoral kontolnya. Pasti sama maniaknya seperti aku dan Arya.
Aku jadi terlupa, bahwa aku laki-laki straight. Aku jadi menikmati permainan laki-laki seperti ini. Toni rupanya tak mau melewatkan kontolku dan Arya. Dia segera membalik tubuhnya berlawanan arah denganku.
Aku dan Arya sama-sama berbaring telentang bersisian. Mulut kami bergantian mengulum kontol Toni. Sementara Toni yang menungging diatas kami menggilir kontolku dan Arya. Mulutnya ganti berganti mengulum kontolku dan kontol adikku itu. Saat mulutnya di kontolku, tangannya mengocok kontol Arya. Begitu juga sebaliknya.
Sore itu aku tak jadi latihan tenis. Kebetulan Mama belum pulang dari kantor, dan Mimi tak ada di rumah, kami puas-puaskan bermain sex bertiga. Segala apa yang memungkinkan, kami lakukan bertiga.
Termasuk juga saling menyodomi satu sama lain. Baby oil yang biasanya digunakan Arya untuk coli, kami gunakan sebagai pelumas agar kontol tak terlalu sulit memasuki lobang pantat. Meski dianal adalah kali pertama buatku, tapi aku ternyata bisa menikmatinya. Diantara rasa sakit dimasuki kontol dalam lobang pantat, aku merasakan juga nikmat yang luar biasa.
Saat sore menjelang, kami segera cabut menuju kost Toni. Kami tak mau terganggu dengan kepulangan Mama dari tempat kerjanya. Pada Mama, Toni menelpon bahwa dia tak menginap di rumah kami malam itu.
Ada kerjaan, alasannya pada Mama. Sementara aku dan Arya tak perlu menelpon Mama. Sudah biasa kami tak tidur di rumah. Jadi Mama tak akan merasa aneh. Malam itu kami puas-puaskan bermain cinta bertiga. Tak peduli, bahwa aku dan Arya adalah saudara kandung, kami juga saling menyodomi Setelah beberapa kali bersetubuh, akhirnya kami bisa memahami posisi masing-masing. Meskipun kami sama-sama fleksibel saat bercinta, namun Arya lebih suka pada posisi dianal, baik olehku maupun Toni.
Sedangkan aku dan Toni suka keduanya, baik dianal dan menganal. Hanya saja aku lebih menikmati dianal oleh Toni daripada oleh Arya. Kontol Toni yang sangat besar sungguh membuatku keenakan. Aku sampai menggelepar-gelepar saat dianalnya.
kalau menganal, aku lebih suka melakukannya pada Arya. Aku sangat suka melihat ekspresi adikku yang sepertinya kesakitan namun terus memaksaku untuk mengentotnya dengan buas. Sedangkan kalau menganal Toni, aku tak menemukan ekspresi itu.
Toni sudah sangat profesional dalam hal ini. Ternyata dia adalah gigolo bagi wanita dan laki-laki sekaligus. Saat dientot, ekspresinya hanya penuh kenikmatan saja. Lagipula, lobang pantat Toni tak sesempit lobang pantat si Arya. Lobang pantat Toni sudah mengendor. Dia sudah sering dientot oleh laki-laki lain.
Kami bercinta tiada henti. Toni memberikan kami minuman rahasia miliknya. Minuman yang membuat tenaga kami tak kunjung sirna. Pantas saja tenaga gigolo ini bak kuda liar. Ia punya ramuan rahasia rupanya. Saat kutanyakan pada Toni, apa cairan itu dan darimana ia memperolehnya, gigolo itu tak mau mengatakannya padaku.
“Ini rahasia perusahaan,” jawabnya. Aku dan Arya tertawa mendengar jawabannya.
Hari kamis esoknya, harusnya Arya sekolah. Tapi adik bungsuku itu bolos. Aku juga bolos kuliah, pun Toni. Kami seperti mesin sex. Arya tak bosan-bosannya memintaku dan Toni bergantian menghajar lobang pantatnya. Dia benar-benar ketagihan.
“Pantes aja cewek-cewek suka dientot. Enak banget men,” komentarnya.
Pantat Arya yang putih dan montok penuh semangat bergerak saat Toni atau aku menyodominya. kalau kupikir-pikir, goyang ngebor Inul, kalah jauh deh dibandingin ngebornya si Arya. Membuatku dan Toni tak kuasa untuk menahan orgasme. Sperma kami tumpah memenuhi lobang pantat adikku itu. Kamar kos Toni semerbak dengan bau sperma dan keringat kami. Bau ini malah semakin membuat kami bernafsu untuk mengentot lagi dan lagi.
Setelah sore, akhirnya kami kembali ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi rutin ngesex bertiga. Mencuri-curi kesempatan tanpa sepengetahuan Mama dan Mimi. Apa yang kami lakukan adalah rahasia kami bertiga. Tak perlu orang lain tahu. Termasuk juga cewek-cewek kami. Apalagi Mama dan si Mimi.